Indonesia adalah surga. Indah
alamnya dari lautan hingga pegunungan. Keindahan alam Indonesia menciptakan
berbagai budaya yang lahir dari adaptasi masyarakat terhadap alam, pengaruh
pendatang dan kemajuan teknologi yang tak boleh lupa untuk disebutkan.
Indonesia adalah tanah dengan
seribu bahasa dan bangsa. Keindahan budaya Indonesia lahir dari masyarakat yang
pintar dalam menghargai. Masyarakat Indonesia menghargai alam dan pencipta. Menghargai
perubahan dan tradisi, hingga terciptalah titisan khatulistiwa dari ujung atap
rumah adat hingga kain tenun yang digunakan gadis-gadis dalam keseharian.
Menilik keindahan alam Indonesia,
sudah bukan lagi rahasia bahwa harumnya tersiar hingga mancanegara. Pendatang
menikmati perbedaan yang berbaur tanpa bercampur. Perbedaan yang bertahan dalam
satu naungan dengan batasan-batasan imajiner yang muncul karena saling
menghormati hingga tak ada tindih menindih antara satu dan lainnya. Jika antar
masyarakat tidak saling menghormati, maka salah satu kebudayaan akan mati dan
yang satunya dipaksa hidup tanpa ada perkembangan yang berarti.
Perbedaan adalah ruh, dengan
adanya perbedaan yang saling mendukung, para pendatang juga akan lebih menghargai
dan tidak asal mengakui kebudayaan yang sejatinya berasal dari Indonesia
sebagai bagian dari budaya asing. Perbedaan yang berkarakter menunjukkan betapa
bangsa Indonesia semakin kuat dengannya.
Namun sejatinya perbedaan pasti
menimbulkan kecamuk kecemasan yang berwujud pada rasa tidak senang. Bukan hanya
antar bangsa yang berbeda namun juga antar masyarakat yang memegang teguh
prinsip saling memiliki dan menghargai, masyarakat yang tak gentar membela dan
mempertahankan sesuatu yang menurutnya layak. Menyinggung hal ini, beberapa
persamaan yang tidak disengaja justru menjadi pemicu amarah salah satu bahkan
kedua pihak karena dianggap telah meniru dari pihak yang lainnya. Namun hal ini
dapat diatasi dengan landasan berbangsa yang kuat dimana segala perbedaan
sejatinya merupakan sebuah kesatuan yang berhimpun dan terjalin dalam rantai
yang teguh.
Sebut saja sebagai contoh, rumah
adat dengan segala keistimewaannya, wujud penghormatannya kepada alam akan
berbeda di seluruh belahan Indonesia. Seperti rumah adat di Aceh misalnya, akan
sama berbentuk panggung. Yang membedakan adalah jumlah tiang dan ornamen. Rumah
adat dataran tinggi gayo akan punya ornamen berbeda dengan rumah adat di dekat
pesisir. Jika masyarakat tidak dapat menghargai hal ini sebagai perbedaan yang dapat
diambil contohnya atas tiap kesamaan yang ada, maka bukan tidak mungkin kini
kita tidak lagi dapat menikmati rumah adat Aceh dengan segala ukiran flora di
dinding dan tangganya. Dengan bagian-bagian rumah yang menggambarkan cara
masyarakat memuliakan tuan rumah dari pintunya yang dibuat sedikit rendah
hingga si tamu harus menunduk lebih dulu sebelum masuk.
Contoh lainnya adalah pada cara
berbahasa, jika masyarakat tidak saling menghargai, maka akan punahlah seluruh
bahasa daerah dan berganti menjadi bahasa tunggal yang monoton. Dan lagi, jika
masyarakat tidak menerima perbedaan sebagai bagian dari ruh berbangsa, maka
tiap kali ada pameran, karya yang akan dipamerkan hanya itu-itu saja, setiap
pawai tak ada kemeriahan arak-arak pakaian adat yang penuh ornamen kemegahan
dan warna-warna cerah yang dominan pada tiap pakaian adat di seluruh belahan
provinsi Indonesia.
Jika masyarakat Indonesia tidak
saling menghargai, maka bukan tidak mungkin upacara-upacara adat semisal
pernikahan tidak lagi menggunakan budaya yang telah diwariskan secara turun
temurun. Budaya yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal, juga menjunjung
tinggi norma agama. Jika hal itu terjadi, pastilah budaya barat yang merusak
sendi-sendi moral akan semakin menguasai. Maka tradisi tepung tawar pada
acara-acara adat semacam pernikahan, nyanyian-nyanyian saat mengantar mempelai
tidak akan lagi terdengar, berganti dengan musik-musik beraroma vulgar,
minuman-minuman keras pengisi pesta dan mabuk-mabukan dengan barang ilegal.
Tahulah kita bahwa keberagaman
menjadikan kita kaya selama kita mampu untuk menghargainya. Namun keberagaman
adalah pisau bermata ganda, sehingga patut bagi kita untuk berhati-hati agar
pisau yang seharusnya menyelamatkan tidak balik menikam.
-SELESAI-
Inspirasi :
http://kabarpapua.co/jaga-toleransi-umat-beragama-pemerintah-asmat-gelar-buka-puasa-bersama/
http://independen.id/read/agenda/96/diskusi-publik-siapa-pribumi/