Takaran murah dan mahal bagi tiap
orang berbeda. Beberapa menjadikan penghasilan sebagai tolak ukur bagi belanja
rumah tangga, sebagian lain mengutamakan faktor kebutuhan (entah itu kebutuhan
primer atau tidak) dan selebihnya memantapkan faktor kesehatan.
Banyak orang sepakat bahwa
kesehatan adalah barang mahal. Tidak peduli mereka yang menggunakan tolak ukur
penghasilan, tidak peduli yang menggunakan tolak ukur kebutuhan bahkan mereka
yang menggunakan tolak ukur kesehatan sebagai faktor utama masih menganggap
kesehatan sebagai barang mahal.
Kebanyakan rumah sakit, di
beberapa kota memperumit pengobatan yang menggunakan jaminan kesehatan, dan
biaya yang harus dikeluarkan untuk pasien tanpa jaminan kesehatan jauh lebih
mahal. Beberapa pasien bahkan rela memperpanjang masa rawat inap karena mnenunggu uang yang
akan dibayarkan oleh lembaga penjamin tersebut cair lebih dulu. Biasanya ini
terjadi jika pasien masuk rumah sakit lalu harus keluar pada hari diluar hari atau jam kerja. Pasien
tersebut akan menunggu hari kerja kembali aktif untuk bisa keluar dari rumah
sakit.
Saking mahalnya biaya untuk
sehat, ada saja yang rela berpura-pura sakit agar asuransi kesehatannya dapat
dibayarkan. Beruntung jika ia tidak ketahuan namun jika ketahuan akan lebih
panjang urusannya. Belum lagi jika si
pasien yang tadinya berpura-pura justru
jadi benar-benar sakit. Kepura-puraannya itu membawa bencana bagi kantung, raga,
juga jiwanya.
Sayangnya hal ini berbanding
terbalik jika kita membicarakan sesuatu yang mendatangkan penyakit. Apa yang
terjadi? Ambil saja sebagai contoh, jumlah orang yang suka makan fastfood atau junkfood jauh
lebih banyak daripada jumlah mereka yang ingin mengonsumsi makanan sehat.
Makanan-makanan cepat saji laku lebih laris daripada makanan yang dimasak
dengan memperhatikan kematangan dan berbagai hal lain yang bermanfaat bagi
kesehatan.
Penyakit memang lebih murah dan
lebih enak daripada obat. Sayangnya meski banyak yang telah menyadari hal tersebut, makin banyak pula konsumen yang mengonsumsi makanan tidak sehat.
Mungkin karena potensi yang besar, jumlah konsumen itu ddukung pula dengan
pertumbuhan ekonomi ke arah pedagang dengan dalil mencari keuntungan dan
mengabaikan keselamatan konsumen.
Mulai saat ini, karena kita telah sadar, ayo berhenti mengabaikan.
Banyak penyakit mematikan bermula dari buruknya pola makan. Mari lebih
memperhatikan apa yang masuk ke tubuh
kita agar saat tubuh protes nanti kita tidak terus-terusan mengeluh sambil
menyalahkannya.
Mulai saat ini, ayo berfikir
cerdas, pilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, memenuhi angka
kecukupan gizi dan mencegah kita dari sakit. Salah satu makanan sehat yang
direkomendasikan, memiliki nilai jual dan protein yang tinggi adalah telur.
Telur memiliki kandungan protein
yang tinggi, dengan kemampuan alamiah
untuk memperbaiki sel-sel yang rusak dan menambah metabolisme tubuh.
Bahkan saat sakit, telur yang
dicampur dengan kopi dapat menambah metabolisme tubuh dan mempercepat proses
pemulihan. Telur juga baik untuk penderita darah rendah. Bagi teman-teman yang
sering terjaga tengah malam, entah untuk
tugas kuliah maupun tugas kantoran, telur dapat meningkatkan daya tahan
serta stamina.
Jika kalian tidak suka telur yang
langsung dikonsumsi, telur dapat diolah menjadi berbagai makanan lezat lainnya.
Dimakan bersama makanan pokok, direbus, diolah menjadi kue, dihidangkan dengan
berbagai kombinasi sayuran, disajikan sebagai omelet, martabak dan makanan
lezat lainnya. Namun berhati-hati dengan pengolahannya jangan menambahkan
terlalu banyak bumbu penyedap, hal itu justru akan merusak kesehatan. Jika itu
terjadi, jangan salahkan telur.
Jadi tunggu apalagi, mari
mengganti makanan tak sehat dengan makanan sehat Jika kita terbiasa menyisihkan
penghasilan hari ini untuk membeli kematian, mengapa kita tidak mulai
menyisihkannya untuk menyambung kehidupan?
Keyword : Hari Ayam dan Telur Nasional
http://www.pinsarindonesia.com
No comments:
Post a Comment