Friday, November 10, 2017

Indonesia Adalah Surga

Indonesia adalah surga. Indah alamnya dari lautan hingga pegunungan. Keindahan alam Indonesia menciptakan berbagai budaya yang lahir dari adaptasi masyarakat terhadap alam, pengaruh pendatang dan kemajuan teknologi yang tak boleh lupa untuk disebutkan.
Indonesia adalah tanah dengan seribu bahasa dan bangsa. Keindahan budaya Indonesia lahir dari masyarakat yang pintar dalam menghargai. Masyarakat Indonesia menghargai alam dan pencipta. Menghargai perubahan dan tradisi, hingga terciptalah titisan khatulistiwa dari ujung atap rumah adat hingga kain tenun yang digunakan gadis-gadis dalam keseharian.
Menilik keindahan alam Indonesia, sudah bukan lagi rahasia bahwa harumnya tersiar hingga mancanegara. Pendatang menikmati perbedaan yang berbaur tanpa bercampur. Perbedaan yang bertahan dalam satu naungan dengan batasan-batasan imajiner yang muncul karena saling menghormati hingga tak ada tindih menindih antara satu dan lainnya. Jika antar masyarakat tidak saling menghormati, maka salah satu kebudayaan akan mati dan yang satunya dipaksa hidup tanpa ada perkembangan yang berarti.
Perbedaan adalah ruh, dengan adanya perbedaan yang saling mendukung, para pendatang juga akan lebih menghargai dan tidak asal mengakui kebudayaan yang sejatinya berasal dari Indonesia sebagai bagian dari budaya asing. Perbedaan yang berkarakter menunjukkan betapa bangsa Indonesia semakin kuat dengannya.
Namun sejatinya perbedaan pasti menimbulkan kecamuk kecemasan yang berwujud pada rasa tidak senang. Bukan hanya antar bangsa yang berbeda namun juga antar masyarakat yang memegang teguh prinsip saling memiliki dan menghargai, masyarakat yang tak gentar membela dan mempertahankan sesuatu yang menurutnya layak. Menyinggung hal ini, beberapa persamaan yang tidak disengaja justru menjadi pemicu amarah salah satu bahkan kedua pihak karena dianggap telah meniru dari pihak yang lainnya. Namun hal ini dapat diatasi dengan landasan berbangsa yang kuat dimana segala perbedaan sejatinya merupakan sebuah kesatuan yang berhimpun dan terjalin dalam rantai yang teguh.
Sebut saja sebagai contoh, rumah adat dengan segala keistimewaannya, wujud penghormatannya kepada alam akan berbeda di seluruh belahan Indonesia. Seperti rumah adat di Aceh misalnya, akan sama berbentuk panggung. Yang membedakan adalah jumlah tiang dan ornamen. Rumah adat dataran tinggi gayo akan punya ornamen berbeda dengan rumah adat di dekat pesisir. Jika masyarakat tidak dapat menghargai hal ini sebagai perbedaan yang dapat diambil contohnya atas tiap kesamaan yang ada, maka bukan tidak mungkin kini kita tidak lagi dapat menikmati rumah adat Aceh dengan segala ukiran flora di dinding dan tangganya. Dengan bagian-bagian rumah yang menggambarkan cara masyarakat memuliakan tuan rumah dari pintunya yang dibuat sedikit rendah hingga si tamu harus menunduk lebih dulu sebelum masuk.
Contoh lainnya adalah pada cara berbahasa, jika masyarakat tidak saling menghargai, maka akan punahlah seluruh bahasa daerah dan berganti menjadi bahasa tunggal yang monoton. Dan lagi, jika masyarakat tidak menerima perbedaan sebagai bagian dari ruh berbangsa, maka tiap kali ada pameran, karya yang akan dipamerkan hanya itu-itu saja, setiap pawai tak ada kemeriahan arak-arak pakaian adat yang penuh ornamen kemegahan dan warna-warna cerah yang dominan pada tiap pakaian adat di seluruh belahan provinsi Indonesia.
Jika masyarakat Indonesia tidak saling menghargai, maka bukan tidak mungkin upacara-upacara adat semisal pernikahan tidak lagi menggunakan budaya yang telah diwariskan secara turun temurun. Budaya yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal, juga menjunjung tinggi norma agama. Jika hal itu terjadi, pastilah budaya barat yang merusak sendi-sendi moral akan semakin menguasai. Maka tradisi tepung tawar pada acara-acara adat semacam pernikahan, nyanyian-nyanyian saat mengantar mempelai tidak akan lagi terdengar, berganti dengan musik-musik beraroma vulgar, minuman-minuman keras pengisi pesta dan mabuk-mabukan dengan barang ilegal.
Tahulah kita bahwa keberagaman menjadikan kita kaya selama kita mampu untuk menghargainya. Namun keberagaman adalah pisau bermata ganda, sehingga patut bagi kita untuk berhati-hati agar pisau yang seharusnya menyelamatkan tidak balik menikam.

-SELESAI-
Inspirasi :
http://kabarpapua.co/jaga-toleransi-umat-beragama-pemerintah-asmat-gelar-buka-puasa-bersama/
http://independen.id/read/agenda/96/diskusi-publik-siapa-pribumi/

No comments:

Post a Comment