Thursday, October 5, 2017

Orang Lebih Suka Membeli Kematian Daripada Kehidupan

Takaran murah dan mahal bagi tiap orang berbeda. Beberapa menjadikan penghasilan sebagai tolak ukur bagi belanja rumah tangga, sebagian lain mengutamakan faktor kebutuhan (entah itu kebutuhan primer atau tidak) dan selebihnya memantapkan faktor kesehatan.

Banyak orang sepakat bahwa kesehatan adalah barang mahal. Tidak peduli mereka yang menggunakan tolak ukur penghasilan, tidak peduli yang menggunakan tolak ukur kebutuhan bahkan mereka yang menggunakan tolak ukur kesehatan sebagai faktor utama masih menganggap kesehatan sebagai barang mahal.

Kebanyakan rumah sakit, di beberapa kota memperumit pengobatan yang menggunakan jaminan kesehatan, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk pasien tanpa jaminan kesehatan jauh lebih mahal. Beberapa pasien bahkan rela memperpanjang  masa rawat inap karena mnenunggu uang yang akan dibayarkan oleh lembaga penjamin tersebut cair lebih dulu. Biasanya ini terjadi jika pasien masuk rumah sakit lalu harus keluar pada  hari diluar hari atau jam kerja. Pasien tersebut akan menunggu hari kerja kembali aktif untuk bisa keluar dari rumah sakit.

Saking mahalnya biaya untuk sehat, ada saja yang rela berpura-pura sakit agar asuransi kesehatannya dapat dibayarkan. Beruntung jika ia tidak ketahuan namun jika ketahuan akan lebih panjang  urusannya. Belum lagi jika si pasien yang  tadinya berpura-pura justru jadi benar-benar sakit. Kepura-puraannya itu membawa bencana bagi kantung, raga, juga jiwanya.

Sayangnya hal ini berbanding terbalik jika kita membicarakan sesuatu yang mendatangkan penyakit. Apa yang terjadi? Ambil saja sebagai contoh, jumlah orang  yang suka makan fastfood atau junkfood jauh lebih banyak daripada jumlah mereka yang ingin mengonsumsi makanan sehat. Makanan-makanan cepat saji laku lebih laris daripada makanan yang dimasak dengan memperhatikan kematangan dan berbagai hal lain yang bermanfaat bagi kesehatan.

Penyakit memang lebih murah dan lebih enak daripada obat. Sayangnya meski banyak yang telah menyadari hal  tersebut, makin banyak pula  konsumen yang mengonsumsi makanan tidak sehat. Mungkin karena potensi yang besar, jumlah konsumen itu ddukung pula dengan pertumbuhan ekonomi ke arah pedagang dengan dalil mencari keuntungan dan mengabaikan keselamatan konsumen.

Mulai saat ini, karena  kita telah sadar, ayo berhenti mengabaikan. Banyak penyakit mematikan bermula dari buruknya pola makan. Mari lebih memperhatikan apa  yang masuk ke tubuh kita agar saat tubuh protes nanti kita tidak terus-terusan mengeluh sambil menyalahkannya.

Mulai saat ini, ayo berfikir cerdas, pilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, memenuhi angka kecukupan gizi dan mencegah kita dari sakit. Salah satu makanan sehat yang direkomendasikan, memiliki nilai jual dan protein yang tinggi adalah telur.

Telur memiliki kandungan protein yang  tinggi, dengan kemampuan alamiah untuk memperbaiki sel-sel yang rusak dan menambah metabolisme tubuh.

Bahkan saat sakit, telur yang dicampur dengan kopi dapat menambah metabolisme tubuh dan mempercepat proses pemulihan. Telur juga baik untuk penderita darah rendah. Bagi teman-teman yang sering  terjaga tengah malam, entah untuk tugas  kuliah maupun tugas  kantoran, telur dapat meningkatkan daya tahan serta stamina.

Jika kalian tidak suka telur yang langsung dikonsumsi, telur dapat diolah menjadi berbagai makanan lezat lainnya. Dimakan bersama makanan pokok, direbus, diolah menjadi kue, dihidangkan dengan berbagai kombinasi sayuran, disajikan sebagai omelet, martabak dan makanan lezat lainnya. Namun berhati-hati dengan pengolahannya jangan menambahkan terlalu banyak bumbu penyedap, hal itu justru akan merusak kesehatan. Jika itu terjadi, jangan salahkan telur.


Jadi tunggu apalagi, mari mengganti makanan tak sehat dengan makanan sehat Jika kita terbiasa menyisihkan penghasilan hari ini untuk membeli kematian, mengapa kita tidak mulai menyisihkannya untuk menyambung kehidupan?

Keyword : Hari Ayam dan Telur Nasional
http://www.pinsarindonesia.com

No comments:

Post a Comment